Sejarah Seni Dongkrek Madiun
Madiun Punya Budaya - Dongkrek dibuat kurang lebih pada tahun 1866, oleh seorang yang bernama R.NG. Lho Prawiro Dipoero ke III (R. Sosro Widjoyo sebagai palang Mejayan Caruban, setelah akhir pemerintahan R.M.T Sosreodiningrat, Bupati Madiun tahun 1879-1885). R.NG. Lho Prawiro Dipuro ke III, merupakan putra daerah asli Mejayan, putra ke IV dari beliau R.NG. Prawirodipoerno ke II, beliau sebagai wedono caruban, yang terhubung (babat) hutan di Desa Mejayan. Beliau wafat pada tahun 1915 dan dimakamkan di Desa Kuncen di usia 89 tahun.
Pada waktu itu masyarakat Mejayan terkena serangan wabah penyakit yang terlampau mengenaskan dan mengerikan yang oleh masyarakat Mejayan di sebut wabah Pageblug. Pada waktu itu datangnya dimulai bersama dengan terdapatnya angin yang terlampau besar, disertai hujan yang lebat (Udan tidak benar mongso) terdapatnya kilat, tatttit menyambar-nyambar sehingga sungai yang membelah Desa Mejayan meluap membajiri sawah ladang sehingga mengakibatkan kerusakan tanaman yang ada.
Bencana ini berakhir bersama dengan kemarau yang panjang sehingga terjadilah musibah kekeringan yang berkepanjangan, yang berakibat mahalnya bahan-bahan dan pakaian sehingga masyarakat banyak yang kelaparan. Dimasa inilah penyakit menjadi menyerang bersama dengan ganasnya sehingga terjadilah wabah penyakit yang disebut wabah Pageblug. Wabah ini menyerang Desa Mejayan dan sekitarnya. Dapat dibilang sore sakit pagi meninggal, malam sakit pagi meninggal, siang sakit malam meninggal demikian silih berganti. Mengetahui musibah yang menimpa masyarakat daerahnya ini, R.NG. Lho Prawiro Dipoero ke III (R. Sosro Widjoyo sebagai palang Mejayan Caruban) menjadi terpanggil hatinya mendambakan segera mereda keadaan tersebut, yang menyerang warganya sehingga musibah cepat berakhir.
Namun agaknya kurang mampu jika melakukan sendiri. Beliau memanggil para pamong desa dan sesepuh Desa untuk berembug meredam keadaan yang ada. Tetapi semua yang datang menyerahkan kepada R. Sosro Widjoyo. Yang sesudah itu beliau mengambil alih langkah, sowan terhadap ayahnya, untuk pelaporan bahwa warganya terserang wabah penyakit dan mohon arahan cara meredam keadaan di Mejayan yang ada pada saat itu.
Oleh ayahnya dianjurkan untuk melakukan teteki mesu broto, mbesut rogo ditempat yang sunyi memohon kepada Yang Maha Kuasa sehingga segera meraih petunjuk. Berangkatlah R. Sosro Widjoyo untuk melakukan arahan dari sang ayah, dan di ikuti oleh para abdhi kinasihnya. Namun sebelum saat hingga selesai melakukan pujo semedi, beliau diganggu oleh jin, setan, ilu-ilu, banaspati dan lain sebagainya. Tetapi beliau tidak goyah dikarenakan dihalangi oleh abdi kinasihnya yang selalu menjaga.
Sosro Widjoyo menyaksikan sinar putih yang mendatanginya, konon sinar selanjutnya jadi bayangan orang tua membawa cemeti janur kuning dan diberikannya, sehingga cemeti selanjutnya di terima untuk melumpuhkan para pengganggu dan juga sebagai layanan untuk mengusir wabah Pageblug. Setelah cemeti diterima, hilanglah sinar dan bayangan tersebut. Selanjutnya R. Sosro Widjoyo, berdiri dari teteki bersama dengan membalikan badanya untuk menghadapi para gandruwo secepatnya cemeti segara dicambukan kepada semuanya. Terjadilah perkelahian, yang pada akhirnya semua pengganggu kalah dan meronta memohon sehingga di lepaskan dari jiratanya.
Sosro Widjoyo mau melepaskan jiratanya, tetapi beliau menghendaki setelah di lepaskan dari jiratanya para gendruwo harus mau dan mendukung mengusir wabah pageblug yang menyerang warganya. Gandruwo menyatakan sanggup dan tidak akan ingkar. Semua gendruwo mengucapkan terimakasih dan berangkat bersama - sama mengelilingi Desa Mejayan di pimpin oleh R. Sosro Widjoyo hingga selesai.
Selesai sudah tugas yang diberikan olehnya arahan dari sang ayah. Selang bergeser hari warga yang semula sakit, terserang wabah pageblug berdatangan kepada R. Sosro Widjoyo memberikan pelaporan bahwa warga sudah banyak yang pulih dari penyakitnya. Dengan terdapatnya pelaporan dari warga, sudah ada bukti nyata didalam melakukan tugas yang diberikan dari sang ayah sukses tidak sia-sia. Karena pekerjaan dan arahan dari sang ayah dirasa sudah selesai. Maka R. Sosro Widjoyo memanggil para gandruwo dan dianjurkan untuk kembali ke asalnya masing-masing.
Beliau juga berpesan terhadap para gandruwo sehingga selamanya menjaga keamanan dan keselamatan Desa Mejayan, dan juga jika kapan saja diperlukan, dapat dipanggil lagi untuk tetap membantu. Setelah beberapa waktu R. Sosro Widjoyo mempunyai ide untuk mewujudkan para gendruwo yang turut mendukung menyingkirkan wabah pageblug tersebut sebagai wujud nyata. Selanjutnya beliau menyatukan para tukang kayu dan sebagainya, untuk mebuat kedokan atau topeng dari kayu dan musiknya terhitung dibuat dari kayu, besi atau seng, bambu dan kulit hewan.
Setelah selesai dibuat, semua peralatan selanjutnya dijamasi bersama dengan air bunga setaman dan juga mengadakan slamatan (syukuran). Selanjutnya pada tengah malam dibunyikan mengelilingi Desa Mejayan bersama dengan warga. Karena suara musiknya berbunyi “Dong” dan “Krek” sehingga banyak masyarakat yang menyebutkan Dongkrek. Setelah itu R. Sosro Widjoyo menjadi lega dan bangga dikarenakan tugas yang diembannya sudah dilaksanakn dan bersama dengan hasil yang terlampau menggembirakan para warganya.
Selanjutnya beliau mengadakan pelaporan terhadap sang ayah dan sekaligus menunjukan bukti nyata bersama dengan membawa semua perangkat yang sudah dibuat utamanya topeng (kedokan) sebagai gambaran para dedemit dan gandruwo yang membantu mengusir wabah pageblug. Setelah topeng di terima oleh sang ayah dan berpesan sehingga peralatan selanjutnya tiap-tiap bulan suro sehingga dibunyikan keliling Desa Mejayan, bersama dengan tujuan untuk mengantisipasi datangnya wabah, untuk selamanya mengenang kembali dan sebagai napak tilas dan untuk uni-uni.
Cerita rakyat Dongkrek membawa banyak nilai ethical yang terdapat di dalamnya yang dapat dijadikan sebagai layanan pendidikan ethical bagi anak. Nilai-nilai ethical yang terdapat didalam cerita rakyat Dongkrek diantaranya,
(a) Kekuatan batin, kebolehan batin yang terdapat didalam cerita rakyat Dongkrek ialah ikuti suara hati.
(b) Sikap baik, nilai ethical sikap baik yang ada didalam cerita rakyat Dongkrek yatu tergambar dari sikap tokoh R. Sosro Widoyo.
(c) Kesedian bertanggung jawab, nilai ethical kesediaan bertanggung jawab didalam cerita rakyat Dongkrek, yaitu sikap tanggung jawab tokoh R. Sosro widjoyo terhadap kesembuhan rakyatnya,
(d) Kerendahan hati, nilai ethical kerendahan hati yang tergambar didalam cerita rakyat Dongkrek selanjutnya keluar menyadari dikala R. Sosoro Widjoyo untuk menghendaki pendapat terhadap sesepuh Desa beliau tidak mengandalkan kemampuannya sendiri,
(e) Pantang menyerah, nilai ethical pantang menyerah ini ditunjukan oleh tokoh R. Sosoro Widjoyo sebagai seorang Palang yang pantang menyerah didalam menjalankan tugasnya,
(f) Menyelesaikan tugas tanpa pamrih, didalam nilai ethical ini tergambar terhadap tanggung jawab R.Sosoro Widjoyo yang selesaikan tugas mencari tolak bala bagi masyarakat Desa Mejayan beliau melakukannya tanpa mendambakan imbalan apa pun dari masyarakat dan beliau melakukan cuma untuk kepentingan masyarakat Desa,
g) Menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, nilai ethical selesaikan masalah secara kekeluargaan didalam cerita Dongkrek tergambar didalam respon masyarakat Desa mejayan didalam mengusir wabah pageblug yang melanda desa Mejayan.
#kitapunyamadiun #kitapunyacerita #kitapunyawisata #kitapunyabudaya #kitapunyasilat #madiunpunyakita #madiunpunyacerita #madiunpunyawisata #madiunpunyabudaya #madiunpunyasilat
0 Response to "Sejarah Seni Dongkrek Madiun"
Post a Comment